Tuhan.
Engkau yang pertama dan yang terakhir.
ketika aku hilang dalam senyapnya dunia
kelam yang selalu membius setiap hasratku untk bersabar
bak perjalanan
bak aku berjalan berlari terlontar. meronta ronta
bak aku terjatuh dalam hamparan duri
lalu aku tertusuk, hingga mengucur tetesan tetesan darah
tetesan peluh yang menjadi selimut hati
peluh yang membuatku semakin jera
semakin sakit
hingga ak terhenti.
Tuhan haruskah aku terhenti.
setiap ranjau yang terinjak menorehkan luka yang dalam.
membekas perasaan perih
aku ingin menjerit
berteriak
marah
menangis
meluapkan gairah jiwa yang terbendung
yang mungkin selama ini telah menerkam kalbuku
memenjarakan langkahku.
ingin aku mengakhiri ini.
budaya
kasta
adat
yang selama ini kalian anut
bukan berarti harus menelan yang lemah
bukan berarti harus menjelmakan orang orang berkasta
para perwira para pejabat
para kaum terhormat
kalian tak berhak memainkan hidup
kalian tak berhak menjadi tokoh utama dalam panggung negeri ini
kalian itu sama
sama seperti mereka
mereka yang selama kau jadikan tawanan
mereka yang kau rancang dengan indah di skenariomu
skenario orang berpangkat
orang berkasta, para pejabat yang katanya bijak
yaa,,
bijak dalam melabuhi para tak berjabat.
bijak dalam bersandwara
sembunyi. sembunyi kah kalian di balik kursi kursi besar itu?
pintarkah kalian membuat mereka mati
mati karena kamu
karena kamu yang pecundang
pengecut
tak punya hati
seperti itu kah wakil rakyat?
seperti itukah kalian yang katanya penyalur aspirasi kami?
lalu kalian biarkan keluarga kalian damai keluarga kalian sejahtera
dan kalian biarkan gubuk yang ada di antara gedung gedung bertingkat
tanpa guru, tanpa dana
tanpa atap
mereka hnya ingin merasakn rasanya pendidikan
yang selama ni kalian sibuk kesana kemari
k dalam dan ke luar negeri hnya untuk memperkaya diri
memperkaya otak otak kalian yang sebenarnya tak berotak
manusia macam apa kalian yang hnya bertopeng dengan sebutan kalian sebagai wakil rakyat.
taukah bahwa kelakuan kalian itu justru memicu kehancuran negeri ini?
kemana kalian akan berlari
kemana kalian akan bersembunyi lagi ketika ibu peritwi nantinya menangis?
wahai bapak pejabat pejabat yang terhormat.
Engkau yang pertama dan yang terakhir.
ketika aku hilang dalam senyapnya dunia
kelam yang selalu membius setiap hasratku untk bersabar
bak perjalanan
bak aku berjalan berlari terlontar. meronta ronta
bak aku terjatuh dalam hamparan duri
lalu aku tertusuk, hingga mengucur tetesan tetesan darah
tetesan peluh yang menjadi selimut hati
peluh yang membuatku semakin jera
semakin sakit
hingga ak terhenti.
Tuhan haruskah aku terhenti.
setiap ranjau yang terinjak menorehkan luka yang dalam.
membekas perasaan perih
aku ingin menjerit
berteriak
marah
menangis
meluapkan gairah jiwa yang terbendung
yang mungkin selama ini telah menerkam kalbuku
memenjarakan langkahku.
ingin aku mengakhiri ini.
budaya
kasta
adat
yang selama ini kalian anut
bukan berarti harus menelan yang lemah
bukan berarti harus menjelmakan orang orang berkasta
para perwira para pejabat
para kaum terhormat
kalian tak berhak memainkan hidup
kalian tak berhak menjadi tokoh utama dalam panggung negeri ini
kalian itu sama
sama seperti mereka
mereka yang selama kau jadikan tawanan
mereka yang kau rancang dengan indah di skenariomu
skenario orang berpangkat
orang berkasta, para pejabat yang katanya bijak
yaa,,
bijak dalam melabuhi para tak berjabat.
bijak dalam bersandwara
sembunyi. sembunyi kah kalian di balik kursi kursi besar itu?
pintarkah kalian membuat mereka mati
mati karena kamu
karena kamu yang pecundang
pengecut
tak punya hati
seperti itu kah wakil rakyat?
seperti itukah kalian yang katanya penyalur aspirasi kami?
lalu kalian biarkan keluarga kalian damai keluarga kalian sejahtera
dan kalian biarkan gubuk yang ada di antara gedung gedung bertingkat
tanpa guru, tanpa dana
tanpa atap
mereka hnya ingin merasakn rasanya pendidikan
yang selama ni kalian sibuk kesana kemari
k dalam dan ke luar negeri hnya untuk memperkaya diri
memperkaya otak otak kalian yang sebenarnya tak berotak
manusia macam apa kalian yang hnya bertopeng dengan sebutan kalian sebagai wakil rakyat.
taukah bahwa kelakuan kalian itu justru memicu kehancuran negeri ini?
kemana kalian akan berlari
kemana kalian akan bersembunyi lagi ketika ibu peritwi nantinya menangis?
wahai bapak pejabat pejabat yang terhormat.
0 komentar:
Posting Komentar